Dalam Keheningan, Ia Bersua

Dalam Keheningan, Ia Bersua

Jumat, 06 Juni 2014

My Pretend



Entah mengapa namun aku merasa sangat sering bahwa pikiranku tak sejalan dengan tindakan dan omonganku. Dan ketika aku melihat kepada orang yang banyak, aku merasa aku harus tersenyum kepada mereka menunjukkan kalau dunia ini begitu indah ketika bersama mereka. Maksudku, padahal terkadang juga sangat menyebalkan kalau ada mereka. Di dalam otakku aku mengerti sifat-sifat mereka. Aku mempelajarinya di bagian khusus di dalam otakku yang terpisah dari tempat aku belajar matematika atau fisika. Mereka mempunyai tingkah laku yang manis seperti kebanyakan orang. Namun mereka tidak bisa menghargai apapun. Itulah yang aku rasakan.
Mereka seperti anak kecil yang tidak ingin memikirkan apapun selain bermain. Hal itu mungkin membuatku iri. Aku merasa aku terlalu banyak berpikir tentang segala hal. Aku hanya bisa memikirkan semua hal tapi tak bisa untuk merealisasikannya ke dalam bentuk omongan atau tingkah laku. Itulah hal yang sangat sangat sangat aku benci dari diriku sendiri. Dan ketika sifat itu mulai merasukiku, aku hanya bisa terdiam dan tersenyum layaknya orang yang paling bahagia di dunia. Aku sangat benci itu. Aku ingin sehari saja dalam hidupku untuk tidak tersenyum pada apapun. Mungkin itu kedengarannya menyebalkan. Aku mengerti banyak orang bilang “Jalanilah hidup dengan penuh senyuman” dan blablabla lainnya. Tapi, rasanya SANGAT SAKIT KETIKA MEMAKSA UNTUK TERSENYUM TERHADAP HAL YANG MENYEDIHKAN DI HIDUPKU !
Mempertahankan sebuah senyuman di atas kesedihan itu seperti mempertahankan tumpukan kartu bridge yang disusun seperti rumah-rumahan.
Tapi kalian tahu...
Aku yakin, suatu saat akan ada seseorang yang bisa membuatku untuk tersenyum dengan lepas tanpa beban dan ikut tersenyum juga bersamaku ! Aku sangat menantikan hal itu

Remembering The Past



Mengingat tentang masa lalu yang sudah aku lalui selama ini, selalu memberikanku pandangan baru tentang hidup. Kesalahan, kebersamaan, keluguan, ketidaktahuan, semua hal yang lainnya pun bercampur aduk membuat rasa yang aneh di benakku. Sakit yang teramat sangat di dadaku membuatku sesak.
Mungkin apa yang aku rasakan tentang mengingat masa lalu itu juga sama apa yang dirasakan oleh orang lain yang lebih tua dariku. Orang lain yang bertahun-tahun lebih dulu lahir dariku. Waktu terasa semakin cepat saja. Menakut-nakuti tiap langkahku. Aku tidak ingin kehilangan memori yang dulu. Namun tiap gerakan di alam semesta ini membuatku ikut untuk tetap bergerak ke depan tanpa henti. Tanpa ada jeda. Tanpa ada pilihan untuk kembali menoleh ke belakang, melirik kejadian apa saja yang telah aku lewati. Dan satu-satunya pilihan yang aku punya hanya itu, hanya dapat merasakan semua kenangan akan indahnya masa lalu yang telah kulalui.
Lalu aku berpikir bagaimana jika manusia itu ada yang abadi. Aku berpikir berapa puluh, ratusan, ribuan, jutaan, miliaran rasa sakit yang harus diterima hanya karena sesuatu yang telah terjadi di masa lalu. Betapa sakitnya jika harus dan hanya bisa mengingat semua kenangan itu tanpa bisa menyentuhnya, hanya bisa merasakan sakitnya saja.
Aku takut kalau aku tiba-tiba tidak dapat mengingat masa laluku. Aku juga takut kalau aku tiba-tiba melupakan semua perasaan yang pernah aku rasakan di masa lalu. Aku tidak ingin kehilangan semua sensasi, kebisingan, aroma, dan warna yang pernah aku alami di masa lalu.
Jadi biarkanlah kenangan ini tetap aku simpan baik-baik di dalam otakku. Toh di suatu mimpi ketika aku tidur nanti, kenangan itu akan terputar juga. Seperti pertunjukan film di bioskop yang pernah aku tonton bersama adikku. J

Jumat, 30 Mei 2014

Kisah Impianku

Tentang apa yang aku inginkan, apa yang aku selalu ingin lakukan, sesuatu yang selama ini selalu simpan hanya denganku sendiri. Sesuatu itu, bakat itu yang aku rasakan, di saat aku sangat ingin meraihnya. Aku ingin merasakan sesuatu yang selalu ku inginkan itu keluar dari tubuhku. Meliputi setiap bagian di kulitku dengan perasaan bahagia tiap kali bakat itu mulai merasukiku hingga menyesakkan napasku. Aku sangat sangat ingin tetap memiliki rasa itu. Kepuasan dari bakat itu yang selalu berhasil membuatku tersenyum pada duniaku, pada dunia. Memperbaiki tiap sudut dan mengubah cara pandangku terhadap dunia. Aku sangat ingin menggenggamnya di tanganku. Lalu mulai meraih pensil dan kuas itu, mewarnai buku gambar dengan cat minyak berwarna-warni.

Can I ?

Bisakah aku memperlihatkannya pada dunia. Meyakinkan dia, dan diriku, akan dia, akan bakat itu yang selalu aku ingin capai. Aku ingin dukungan itu. Aku ingin berlutut pada mereka agar aku bisa memilikinya dengan utuh. Utuh.


Tapi realita menghentikanku. Tepat di saat aku mulai meyakini akan keberadaannya yang selama ini ada di dalam tubuhku. Mengalir di dalam darahku. Mengisi di tiap rongga-rongga tubuhku. Hanya sedetik ia tiba-tiba mengalir di tanganku. Menggerakkan jari-jemariku, memainkan garis dan lingkaran. Masih kasar. Aku sangat yakin jika aku berlatih dan menaruh keyakinanku padanya, aku pasti bisa menjadi sebaik mereka dengan cara ku sendiri.

Realita adalah sesuatu yang lain yang sangat mengerikan. Dengan waktu senjatanya yang selalu bergerak semu mengikuti semua pergerakan makhluk-makhluk dan benda-benda di jagat raya ini. Realita dengan indahnya, dengan bibirnya yang merona, berkata agar aku berhenti  melihat akan bakat itu. Sesuatu yang sangat aku ingin lakukan di kehidupanku. Sesuatu yang selalu membuatku bergairah akan hidupku. Dan realita berkata demikian. Tahu apa dia ! Kau tahu, aku hanya bisa menurutinya saja.

Fakta bahwa aku bisa saja mempelajarinya seumur hidupku tapi aku tidak akan pernah meraih mereka, aku menyerah. Aku menyerah..

Dan aku kira, baiknya, aku mengubur impianku dalam-dalam saja. Menyimpannya di sana sendirian bersama rasa sakit yang terkadang selalu memberontak mengguncang jantungku. Membuat dadaku sesak. Akan ketidakmampuanku...

Jumat, 16 Mei 2014

Yang Aku Rasakan Tentang Mereka

Aku mungkin orang yang terlalu banyak berpikir terhadap semua hal. Hingga akhirnya aku di sini, terperangkap bersama semua permasalahan yang aku pikirkan tanpa tahu bagaimana jalan keluarnya. Aku terkadang -mungkin sering- merasa ada banyak beban yang menggantung di pundakku (selain beban untuk masuk ke universitas dan sebagainya). Maksudku, beban itu lebih kepada beban psikis. Aku terlalu sulit untuk percaya pada orang lain. Rasanya orang lain tidak akan mengerti jika aku ceritakan semuanya. seperti mereka tidak cocok denganku. Mereka mungkin cocok denganku saat waktu untuk bersenang-senang tiba. Namun di saat aku merenungkan itu sendiri, rasanya berbeda saat mereka tidak ada di sini bersamaku. Mungkin aku kesepian. Tapi entah kenapa aku sangat menikmati suasana sepi ini. Seperti waktu yang selalu ku inginkan. Aku dan kesendirianku.

Aku merasa kalau aku jahat. Semua orang berkata kalau aku orang yang baik. Saat bersama orang lain, aku sangat jatuh ke senyuman dan canda tawa yang mereka bawa padaku. Tapi berbeda saat aku mulai sendiri lagi. Aku melihat semua kepalsuan di muka mereka sangat jelas. Baru mengerti arti lain dari tiap kata yang mereka ucapkan. Semua rasanya busuk. Tapi berbeda lagi saat mereka ada di sekelilingku. Semua arti jelek mereka terasa bullshit di diriku. Aku mulai berpikir positif lagi tentang mereka. Lalu aku diacuhkan lagi oleh mereka. Setelahnya aku hanya bisa marah ke diriku sendiri...

Minggu, 02 Februari 2014

Reminiscent

Begitu mendengar lantunan piano itu, gadis ini teringat akan mimpinya. Mimpinya sedari kecil yang selalu dianggap oleh tak berguna. Mimpi masa kecilnya yang selalu dianggap tak berarti. Karena mimpinya bukanlah menjadi sesuatu yang menguntungkan baginya. Mimpi kecil tak berguna yang sebenarnya sangat menyusahkan hidupnya. Hidupnya yang saat ini ia jalani setengah hati. Hanya bermodalkan pikiran-pikiran yang rasional. Pemikiran-pemikiran yang bersifat kapitalis. Tindakan-tindakan oportunistik khayalan. Dengan ego, tapi tanpa emosi. Dengan hati, tapi tanpa cinta. Dengan semangat juang tapi tanpa rasa. Baginya, semua itu hambar. Dan gadis ini hanya membutuhkan garam. Sesuatu yang asin yang melengkapi rasanya. Sesuatu yang sangat melimpah di alam. Tapi sangat jarang di dunianya. Karena ia merasa masih belum dapat mengeksploitasi kekayaan dunianya. Ia hanya hidup di suatu garia lurus. Mencoba menjadi yang dianggap seseorang. Ia hanya ingin menjadi berguna bagi orang lain. Tapi ia tak berguna bagi dirinya sendiri. Dan lantunan musik piano itu menjawab dengan nada-nadanya yang semakin tinggi. Dengan irama yang semakin cepat. Seolah marah pada gadis ini yang hanya bisa pesimis di hadapannya. Lalu nadanya melambat. Seolah menghela napas. Lalu tersenyum. Menyodorkan tangannya. Membantu gadis ini berdiri kembali. Setelah itu piano terdiam. Dan gadis ini kembali berjalan. Menggenggam mimpinya kembali. Meloncati lubang besar. Menuruni lereng terjal yang membuat kakinya keseleo dan tertatih-tatih saat berjalan. Lalu ia kembali berjalan dengan penuh percaya diri, seolah semua itu hanya rintangan kecil. Dan gadis ini kembali percaya bahwa ia akan mewujudkan mimpi masa kecilnya di masa dewasanya. Karena itulah yang membuat hidupnya hidup.

Jumat, 31 Januari 2014

Stay In Memory

Gadis ini tahu bahwa ia hanya seorang gadis kecil tak berdaya. Seorang gadis kecil yg hanya melewati kehidupannya dengan sikap optimisnya. Semua kerja keras yg ia telah lakukan, menyesakkan otaknya. Memenuhi memorinya dengan rumus-rumus tak berguna yg tak pernah ia sukai. Namun, semua hal yg ia temui, bau masa lalu dalam setiap lantunan lagu-lagu yg ia dengar, ingin ia simpan dalam memorinya. Memendam semua aroma yg telah ia lalui di masa lalu ke dalam memorinya. Memendam semua warna dalam masa lalunya ke dalam memorinya. Agar ia dapat kembali melihat keberadaannya di masa lalunya. Tersenyum memikirkan masa lalunya. Menyesakkan dadanya dengan aroma masa lalu yang ia cium. Menyesakkan dadanya dengan warna masa lalu yg ia bayangkan. Gadis ini sangat menganggumi masa lalunya. Banyaknya pertemuan, menghantarkannya ke persimpangan jalan lain. Membuka pikirannya tentang banyak jalan yg dapat ia tempuh ke masa depan. Membuka jendela pengetahuannya tentang arti persahabatan seorang gadis kecil lugu yang indah. Mengagumi kecantikan dan keindahan dalam dunianya yang kecil. Berlari-lari, berteduh di bawah pohon rindang, mencoba mengambil serangga-serangga yang sangat ia benci. Entah kenapa dulu ia sangat menikmatinya. Dan akhirnya banyaknya perpisahan, membuka hatinya yang kini sadar hidup harus selalu berjalan. Roda akan selalu berputar. Duka akan selalu berselang-seling dengan suka. Membuka ketabahan hatinya. Menjadikannya manusia yang kuat. Dan cengeng. Dan jahat. Dan baik. Dan pembohong. Dan polos. Dan pintar. Dan cerdas. Dan bodoh.